MAPALUS : PROJECT MINISTRY VIKARIS PENDETA KRISTIAN KASENDA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Pemikiran Dan Alasan Pemilihan Judul
Mapalus adalah suatu kata yang sangat
akrab di telinga kita yang hidup di tanah Minahasa, kata ini identik dengan
kerja. Kata ini seringkalli digunakan ketika ada beberapa orang saling membantu
untuk Panen jagung, panen padi, memindahkan rumah, dan lain lain. Penulis
kemudian ingin mencari tahu apa arti konkrit dari kata Mapalus dan apakah
Mapalus masih dipraktekan dalam kehidupan masyarakat Minahasa khususnya di desa
Powalutan. Ada berbagai macam mapalus yang dipraktekan oleh masyarakat Minahasa
antara lain:
1. Mapalus
tani
2. Mapalus
nelayan
3. Mapalus
uang atau bahan sembako ( kolet)
4. Mapalus
kelompok masyarakat.
Di desa Powalutan, kata yang
dipakai adalah Maando; Mamaandoan: bekerja bersama dan saling bergantiaan
dengan waktu dan tenaga yang sama. Dalam
bahasa manado; “ abis kerja pa ngana, kerja pa kita[1]
. seorang dosen di fakultas teologi UKIT, teolog dan budayawan menyatakan bawa
pengertian maando diambil dari Endo yang berarti hari, maksudnya bapagi pagi skali; identik dengan waktu untuk memuliai
pekerjaan alah subuh.[2]Ini
semua dipraktekan untuk kepentingan bersama dalam kebudayaan Minahasa.[3]
Yang hendak diangkat dalam karya tulis ini adalah Mapalus tani. Seorang tokoh
masyarakat desa Powalutan, Bpk. J.A. Pangemanan ( hukum Tua Desa Powalutan
1966-1981), manyatakan bahwa Mapalus pada waktu itu adalah suatu yang dilakukan
dan diikuti oleh semua warga desa Powalutan dan dampak positif dari Mapalus itu
sendiri adalah keadaan ekonomi yang baik karena kebuTuhan pokok semua keluarga
terpenuhi, tidak ada kasus pencurian dan keadaan desa ada dalam taraf yang
aman. Hal ini juga diaminkan oleh Bpk. F.Mamusung dalam wawancara di hari yang
sama dan yang beliau tambahkan adalah Mapalus merupakan hal wajib dan diperiksa
oleh Hukum Tua dan tim untuk melihat apakah suatu keluarga memiliki
jagung,pisang atau padi untuk memenuhi kebuTuhan ekonomi serta juga dikatakan
bahwa sisi positif dari mapalus adalah kondusifnya kehidupan masyarakat.
Keduanya juga sepakat bahwa pada waktu mapalus aktif dijalankan, tidak ada atau
bisa dikatakan sangat sedikit lahan yang
tidak terpakai ( lahan tidur).[4]
Peserta mapalus selain orang tua,
juga diikuti oleh anak anak, remaja dan pemuda sebagaimana kesaksian dari Ibu
Adeline Tampanguma, dimana dia telah mengikuti mapalus sejak remaja.
Ditambahkannya juga, di Mapalus mereka diajarkan tentang ketaatan pada sebuah
aturan karena sebuah kelompok Mapalus memiliki aturan yang harus dipatuhi oleh
semua anggota. Kegiatan Mapalus selalu dimulai dengan ibadah atau doa yang
petugasnya digilir dari anggota Mapalus, maka selain bekerja dan patuh terhadap
aturan, mapalus juga mengajarkan nilai Rohani[5]
Dalam observasi selama hampir dua
tahun, penulis mendapati seringnya terjadi atau terdengar berita kehilangan
didesa Powalutan, seringnya juga terjadi kekacauan yang berawal darei mabuk
mabukan yang berujung perkelahian yang melibatkan kaum muda dan orang tua usia
tergolong muda, penulis juga mendapati dalam beberapa percakapan dengan pelayan
khusus bahwa ada jemaat yang tidak beribadah karena tidak memiliki uang untuk
dijadikan persembahan ( derma ), banyaknya lahan yang tidak terolah dengan
maksimal dan juga sebagian besar masyarakat membeli bahan dapur dari penjual
yang datang dari luar desa Powalutan. Jika berkaca dari sisi positif yang
dipaparkan dalam wawancara diatas maka seharusnya tidak terjadi
kekacauan,pencurian,lesunya ekonomi apabila Mapalus benar benar dijalankan. Setiap
permasalahan yang ada adalam realita sesungguhnya juga adalah tangungjawab
Gereja untuk mengatasinya, maka walaupun yang nampak adalah permasalahan
ekonomi sosial namun sesungguhnya penulis melihat ini sebagai permasalahan
Teologis. Maka penulis memilih judul penelitian sebagai berikut, “ MAPALUS:
Suatu Kajian Teologis dan Dampaknya Secara Ekonomi - Sosial Bagi Jemaat Dan
Masyarakat
B.
IDENTIFIKASI
MASALAH
Adapun
masalah yang diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan
kata Mapalus dalam keseharian
2. Pemahaman
dan praktek Mapalus dulu dan sekarang
3. Memudarnya
praktek Mapalus ( Tani)
4. Kelesuan
ekonomi, kakacauan dan pencurian yang sering terjadi
5. Peran
Gereja dalam mambangun kembali budaya Mapalus di Jemaat dan Masyarakat.
C.
PEMBATASAN
MASALAH
Setelah mengidentifikasi masalah seperti
yang tertulis diatas, maka masalah dibatasi pada: pemahaman Jemaat tentang Mapalus,praktek
dan dampaknya
D.
PERUMUSAN
MASALAH
Menguraikan suatu suatu kajian Teologis
tentang budaya Mapalus dalam kehidupan masyarakat Minahasa
E.
TUJUAN
PENELITIAN
1. Menguraikan
pengertian Mapalus
2. Membuat
suatu kajian Teologis tentang kebudayaan Mapalus serta manfaatnya dalam
berbagai aspek kehidupan
3. Membuat
refleksi Teologis tentang Mapalus dalam menjawab permasalahan sosial ekonomi
masyarakat Powalutan
F.
MANFAAT
PENELITIAN
Dari tujuan
penelitian diatas, maka penulis merumuskan manfaat
penelitian antara lain :
1.
Memberikan Sumbangan Pemikiran
Tentang Mapalus Secara Teologis Pada Jemaat GMIM Bukit Moria Powalutan
2.
Mengembangkan
pengetahuan penulis di bidang Teologi dan aplikasinya bagi kehidupan.
3.
Membangkitkan kembali Budaya
Mapalus dalam kehidupan Jemaat dan masyarakat
G.
METODE PENELITIAN DAN TEKNIK
PENGUMPULAN DATA.
Adapun metode
penelitian yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif
didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata kata tertulis dari orang – orang dan perilaku yang alami.[6]. Langkah langkah yang dipakai dalam
mengumpulkan data adalah:
1.
Observasi
Hal ini penting peranannya dalam
penelitian. Melalui observasi, peneliti akan memperoleh gambaran situasi dari
objek penelitian yang diamati. Dan juga dapat diperoleh data – data awal berupa
perilaku, reaksi, dan tanggapan objek penelitian terhadap peneliti.[7]
2.
Wawancara
Wawancara atau Tanya jawab
dilakukan untuk memperoleh keterangan tentang suatu hal tertentu,adalah adalah
teknik yang paling sering digunakan dalam metode penelitian kualitatif. Melalui
wawancara akan diperoleh data lisan maupun tulisan dari informan. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan wawancara terbuka dimana, para subjeknya
mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud
wawancara tersebut.[8]
3.
Studi Kepustakaan
Digunakan untuk
memperoleh teori- teori, konsep- konsep, dan analisis dari para ahli yang
berhubungan dengan materi penelitian yang dilakukan. Studi kepustakaan berupa,
mengumpulkan buku, dokumen, ensiklopedi, monograf dan sejenisnya yang relevan
dengan objek penelitian.[9]
H.
PENETAPAN POPULASI DAN SAMPEL
Populasi dipahami dari sudut metodologi
penelitian lapangan, memiliki pengertian dan definisi khusus. Dalam hal ini,
populasi dimengerti keseluruhan objek penelitian[10]. Dan yang menjadi
populasi adalah keseluruhan jumlah anggota Jemaat GMIM Bukti Moria Powalutan
yang berjumlah 860 jiwa dari 245 Kepala Keluarga.[11]
Yang menjadi objek penelitian
tidak mencakup keseluruhan populasi, maka diambil sampel dari populasi yang
ada, demi sebuah generalisasi penelitian lapangan. Teknik sampel atau sampling
yang digunakan adalah teknik sampel bertujuan atau purposive sample,
yang dilakukan dengan cara pengambilan subjek bukan didasarkan pada strata,
random atau daerah, tetapi didasarkan pada adanya tujuan tertentu.[12] Dalam penelitian ini penulis menetapkan
responden berdasarkan kebuTuhan wawancara yaitu mereka yang dahulu memiliki
pengalaman menjadi Anggota atau pengurus Mapalus Tani dan didapatkan 20 orang responden.[13]
I.
SISTEMATIKA PENULISAN
1. BAB I
Bagian ini
berisikan pendahuluan; latar belakang pemikiran, alasan pemilihan judul
identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah dan metodologi penelitian serta
sistematika penulisan.
1.
Bab II
Bagian Bab II
memuat hasil penelitian lapangan berupa, keadaan lokasi GMIM Bukit Moria dan
Desa Powalutan di dalamnya juga diuraikan secara singkat tentang keadaan agama,
sosial budaya dan ekonomi dari warga, sejarah singkat Jemaat GMIM Bukit Moria
dan sejarah serta keadaan Desa Powalutan. Setelah bagian – bagian tersebut,
diuraikan hasil wawancara dan analisis data.
2.
Bab III
Bab III berisi, kajian teori sosial budaya dan teologis Alkitabiah tentang kerja dan mapalus yang
diambil dari Alkitab dan pandangan para ahli.
3.
Bab IV
Refleksi teologis
4.
BAB VPenutup
·
Kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan
kajian teori
·
Saran yang ditujukan untuk Jemaat dan
Masyarakat Desa Powalutan
BAB II
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DAN
PEMAPARAN DATA
A.
Sejarah Singkat Jemaat GMIM Bukit Moria Powalutan
Pada
tahun 1942 bulan desember ( hari natal ) diadakan pembabtisan anak pertama
yaitu anak dari H.W Purukan yang bernama Hendrik Purukan dan pada saat itu
mulailah dibangun gereja GMIM dihalaman rumah Jan Piet Mongula (Tonaas) yang
adalah Gereja GMIM Bukit Moria Powalutan
sampai sekarang. Jemaat GMIM Bukit Moria Powalutan yang telah berusia 75 Tahun
terdiri dari 10 kolom dengan jumlah KK 245 dan jumlah jiwa 781. Berikut
struktur organisasi Gereja Masehi Inijili di Minahasa “ Bukit Moria Powalutan “
Di periode pelayanan 2018-2021 :
Ketua
BPMJ
|
:Pdt.
Roslini Manitik, S.Th
|
Wakil
ketua BPMJ
|
:Pnt.
Frans Mamesah
|
Sekretaris
BPMJ
|
:Pnt.
Hanny Legi, S.Pd
|
Bendahara
|
:Sym.
Servie Kesek
|
Ketua
Komisi PKB
|
:Pnt.
Jefry Albri Pangemanan
|
Ketua
Komisi WKI
|
:Pnt.
Ireine Olga Purukan, S.Pd
|
Ketua
Komisi pemuda
|
:Pnt.
Audy Iman Oping
|
Katua
Komisi Remaja
|
:Pnt.
Heti Mamusung, S.Pd
|
Ketua
komisi ASM
|
:Pnt.
Maslin Tarumampen
|
B.
Sejarah Singkat
Desa Powalutan
Pada
awalnya orang-orang yang pertama-tama itu dari daerah tombatu, ketika
mereka mendengar berita bahwa tentara
jepang mulai memasuki daerah disana sehingga para orang-orang tua membawa anak
serta barang-barang mereka lalu melarikan diri kehutan. Banyak sekali kelompok
yang terbagi dalam pengungsian pada waktu itu, sehingga terjadilah perombakan
hutan dan mereka membentuk rumah–rumah kecil untuk tempat beristirahat
sementara dan tercatat bahwa ada sekitar ± 300 kepala keluarga yang mengungsi
dihutan itu. Semakin berjalannya waktu perang yang terjadi belum kunjung usai
sehingga orang-orang disana berpikir akan menetap didaerah sana sehingga mereka
merombak hutan dan memperluas daerah yang ada disana dan pada akhirnya
masyarakat disitu menjadi penghuni tetap daerah itu.
Dari
beberapa kelompok yang terbagi dihutan pada waktu itu, ada kelompok yang
terbesar didaerah daerah pada waktu itu yang dipimpin oleh Jan Piet Mongula.Dia
berinisiatif untuk membuat daerah pengungsian tersebut menjadi suatu
perkampungan/pedesaan. Maka pada bulan Agustus 1942 mereka bersepakat membuat
daerah itu sebagai pedesaan yang dibawah kepemimpinan Jan Piet Mongula, mereka
pun membuat suatu tanda yang dilakukan secara adat Tongsawang yang biasa disebut sebagai Tumai Indoong
(bahasa tontenboan) dan daerah tersebut ditanami pohon jarak (pohon kendem) dan
merekapun bersepakat memberi nama daerah itu KOPALUTAN (nama sungai) seiring berjalannya waktu nama
itupun berubah menjadi POWALUTAN.
Setelah
desa tersebut dibentuk maka masyarakatpun membutuhkan pemimpin sehingga
diangkatlah eorang pemimpin perkampungan yang bernama Oja Mongula yang adalah
adik dari Jan Piet Mongula. Bersama dengan itu dibuatnya sekolah pertama di
desa itu yang bernama Guberdemen School yang kepala sekolahnya adalah seorang
tokoh masyarakat Lompad yang mengungsi kedaerah tersebut yaitu H.W Purukan dan
pada tahun 1942 bulan desember ( hari natal ) diadakan pembabtisan anak pertama
yaitu anak dari H.W Purukan yang bernama Hendrik Purukan dan pada saat itu
mulailah dibangun gereja GMIM dihalaman rumah Jan Piet Mongula (Tonaas) yang
adalah Gereja GMIM Bukit Moria Powalutan
sampai sekarang.
Ditahun
1942 perang jepang semakin berkecamuk sehingga warga pontak, lompad dan picuan
berdatangan kedesa powalutan sehingga penduduk desa powalutan semakin banyak,
maka pada tahun 1946 tepatnya pada
tanggal 27 februari desa powalutan yang masi berstatus sebagai desa yang
belum memiliki Hukum Tua sehingga pada waktu itu dipilihlah Hukum Tua desa
powalutan yang pertama. Yang terpilih menjadi Hukum Tua pada waktu itu ialah
Bpk. Gumolili, pada periode tahun 1946-1949 dan itu berlangsung secara terus-
menurus.
Secara bergantian dengan hasil pemilihan dari
rakyat powalutan maka terpilihlah hukum tua-hukum tua desa Powalutan yaitu:
2.
Bpk. Dan Tarumampen masa kepemimpinannya
dari tahun 1949-1950
3.
Bpk. Atis Paat masa kepemimpinannya dari tahun 1950-1955
4.
Bpk. Jes Legi masa kepemimpinannya dari tahun 1955-1960
Kemudian
dalam kepemimpinan Bpk. Jes Legi terjadi Zaman permesta, pada tahun 1960-1962
masyarakat powalutan mengungsi akibat keganasan dari permesta sehingga
dipowalutan pun terjadi kekosongan kepemimpinan.Kemudian setelah kembali dari
pengungsian untuk tinggal didesa powalutan maka rakyat pun memilih pemimpin
desa (hukum tua) kemudian terpilihlah Bpk. Yunus Tulung 1962-1966 yang adalah
Hukum Tua kelima desa powalutan. Kepemimpinan didesa powalutan pun terus
berlanjut sehingga terpilihlah HukumTua-Hukum Tua Yaitu:
6.
Bpk. J.A Pangemanan masa kepemimpinannya dari tahun 1966-1981
7.
Bpk. H. Kesek masa kepemimpinannya dari tahun 1981-1994
8. Bpk. F. Waworuntu masa kepemimpinannya dari
tahun 1994
9.
Bpk. Daniel Pangemanan masa kepemimpinannya dari tahun 1994-1995
10.
Bpk. T.H Merentek masa kepemimpinannya dari tahun 1995-1998
11.
Bpk. B. Pangemanan masa kepemimpinannya dari tahun 1998-1999
12.
Bpk. N.S.I Pangemanan masa kepemimpinannya dari tahun 1999-2008
13.
Bpk. Fredi Mamesah masa kepemimpinannya dari tahun 2008 sampai sekarang
Denah Desa Powalutan
Demikianlah
catatan sejarah mengenai masyarakat dan organisasi pemerintah yang ada di desa
powalutan dan sebagai catatan informasi:
-
Bpk. Jan Piet Mongula
yang adalah tonaas desa Powalutan, pernah menjabat sebagai Walikota Manado
ditahun 1950 an
-
Bpk. Hendrik Purukan
yang menerima baptisan pertama bersama dengan berdirinya Gereja GMIM di
powalutan di bulan Desember (natal) tahun 1942 , perna menjabat sebagai anggota
DPRD Minahasa Selatan.
-
Dimasa hukum Tua Junius
Tulung yang adalah anggota jemaat Kimi Tombatu mendirikan Gereja Kimi pada
tahun 1962
Itulah
sejarah desa Powalutan yang disusun dan diperoleh dari sumber sejarah:
Keterangan
Narasumber:
-
Bpk. J.A Pangemanan. Mantan Hukum Tua desa powalutan (1966-1981)
-
Bpk. Junius Tulung. Mantan Hukum Tua desa powalutan (1962-1966)
-
dan tokoh-tokoh masyarakat yang hidup di zaman pembentukan desa Powalutan
C.
Keadaan Kegamaan
Desa Powalutan
Desa
powalutan bisa dikatakan desa yang terus berkembang seiring dengan berjalannya
waktu, karena dari dulu sampai sekarang banyak sekali perubahan yang terjadi
didesa kami, baik itu dari masa kepemimpinan Bpk. Jan Piet Mongula sampai
kepada masa kepemimpinan Bpk. Fredi Mamesah.Perkembangan desa kami berlangsung
secara terus menerus. Dari waktu kewaktu ada beberapa perkembangan yang terjadi
didesa Powalutan yaitu:
Dimasa
kepemimpinan Hukum Tua kedua yaitu Bpk. Dan Tarumampen pada tahun 1949-1950
sampai kepada Masa kepemimpinan Bpk. Daniel Pangemanan pada tahun 1994-1995
banyak sekali perekembangan yang dilaksanakan oleh pemimpin-pemimpin desa
powalutan seperti beberapa jalan di buat sehingga boleh menembus desa kedesa
dengan jalan yang besar, beberapa sistem pemerintahan dibuat, beberapa kelompok
organisasi desa pun di buat, bahkan didesa powalutan mengizinkan beberapa
Gereja ada di powalutan baik itu GMIM, GPDI, GKII, GKBI dan ATVENT Hari
Ke-7. Jadi, gereja didesa Powalutan
hingga saat ini ada 5 Golongan gereja yang ada dan pembangunan gerejapun di
dukung oleh Pemerintah yang ada. Inilah beberapa Gambarn gereja-gereja yang ada
didesa Powalutan :
Yang
pertama adalah Gereja GMIM Bukit Moria Powalutan. Gereja ini adalah Gereja
paling tua di desa powalutan yang di bangun pada tahun 1942 bulan desember (
hari natal ) gereja ini di bentuk karena
diadakan pembabtisan anak pertama yaitu anak dari H.W Purukan yang bernama
Hendrik Purukan dan pada saat itu mulailah dibangun gereja GMIM dihalaman rumah
Jan Piet Mongula (Tonaas) yang adalah Gereja GMIM Bukit Moria Powalutan sampai sekarang.
Yang kedua adalah gereja GPDI Eklesia
Powalutan. Gereja ini mengikuri gereja GMIM karena pada waktu itu ada
penginjilan yang dilakukan para penginjil karismatik yang dating didesa
powalutan dan merekapunmembentuk gedung Gereja yang pada waktu itu adalah
sekolah yang bernama Guberdemen School.
Kemudian
seiring dengan berjalannya waktu masuklah beberapa gereja yang baru yaitu ADVENT
Hari Ke-7, GKII dan GKBI yang datang didesa powalutan melalui beberapa
penginjil yang masuk didesa powalutan
D.
Mapalus di Desa
Powalutan
Kegiatan Mapalus di
desa Powalutan yang saat ini berjalan adalah Mapalus tani ( Maando
, mapalus atau Arisan Rumah ( Mamasembongan) dan Arisan bahan pesta ( Kolet).
1. Mapalus tani ( maando ) yang berjalan
antara lain yang diikuti oleh Ibu Sintje Sual ( Penatua Kolom 8) dan Pak Royke
Aring ( penatua kolom 5). Keduanya menyatakan bahwa Mapalus yang mereka ikuti
hanya dalam kelompok kecil ( 5-7 orang ) yang bekerja sesuai giliran tetapi
tidak semua anggota menggunakan kesempatan ini untuk menanami lahan mereka
namun mereka jual tenaga dalam bentuk uang, sehingga mereka hanya menghitung
tenaga diganti uang sesuai dengan tarif yang berlaku di desa powalutan yaitu
Rp. 100.000/ hari.[14] Waktu untuk bekerja pun
tidak ditentukan pada siapa dan kapan, hanya sesuai dengan permintaan jika
pemilik lahan siap untuk menerima pekerjaan tersebut.[15]kelompok mapalus seperti
ini saat ini hanya ada beberapa dan ada dalam kelompok kecil serta tidak ada
anggaran dasar atau aturan tertulis yang diterapkan.
2.Arisan Rumah ( MAMASEMBONGAN)
Arisan ini adalah
bentuk lain dari Mapalus, jenis ini terhitung baru dan hanya satu di desa
Powalutan. Arisan ini terdiri dari 31 orang anggota, arisan ini berbadan hukum
( dibentuk dan diketahui oleh Pemerintah desa. Mapalus ini, memiliki aturan
tertulis yang harus dipatuhi oleh semua anggota. Sistem kerja adalah setiap
giliran berhak atas waktu 55 jam kerja, jam berkumpul adalah jam 5 pagi,
pekerjaan dimulai dengan ibadah ( pengurus memanggil para anggota dengan meniup
sejenis terompet) dan ibadah awal dipimpin oleh pendeta dan pekerjaan
selanjutnya doa mulai bekerja diatur bergilir oleh semua anggota . Dalam
mapalus ini, telah dibagi tiap tiap pekerja sesuai dengan kehaliannya ( kayu
atau beton). Bagi peserta yang tidak memiliki keahlian atau yang tidak mermilki
waktu, dapat mengganti dengan orang lain dan sanksi akan berlaku bagi orang
tersebut. Untuk setiap peserta wajib mengumpulkan sejumlah uang dan bahan
bangunan pada setiap pembangunan rumah baru.[16] Arisan ini juga
menerapkan sanksi untuk keterlambatan dan juga kelalaian dalam pekerjaan dengan
hukuman cambuk menggunakan rotan yang jumlah pukulannnya disesuaikan dengan
jenis pelanggarannya.[17] Sejak 31 Oktober 2016
sampai saat ini telah dibangun 3 bangunan.
3. Kolet
Kolet adalah budaya yang sudah
sangat lama dilakukan oleh orang orang Powalutan dan masih bertahan sampai saat
ini. Ini Adalah jenis mapalus untuk pesta; nikah,baptisan,nae rumah baru dll.
Dahulunya kolet ini hanya berlaku untuk pesta nikah saja namun pada
perkembangannya kemudian berlaku juga bagi pesta atau acara lain seperti yang
disebutkan diatas. yang disediakan oleh anggota kolet adalah sejumlah bahan
dapur ( yang ditetapkan) dan juga yang sesuai keinginan untuk diberikan dan
nantinya akan memerima sebagaimana yang dia berikan.[18]
E.
Hasil Wawancara
Penulis menggunakan sistem
atau teknik wawancara terbuka dengan pertanyaan yang tidak terstruktur. Dari
hasil wawancara atau percakapan tersebut penulis mendapatkan pernyataan antara
lain:
1. Mapalus adalah budaya yang saat ini sudah
menghilang atau ada yang berjalan namun tidak dengan sistem yang pernah ada di
desa Powalutan.[19]
2. Mapalus adalah suatu sistem kerja yang
saling menguntungkan bagi semua anggota mapalus tersebut karena lahan dari
masing masing anggota dikelola dengan jumlah tenaga dan waktu yang sama.[20]
3. Dalam mapalus, ada hak, kewajiban serta
sanksi. Namun sanksi tidak diberlakukan oleh semua kelompok; karena pada
dasarnya anggota mapalus memiliki kesadaran akan tugas dan tanggung jawab
mereka.
4. Dahulunya Mapalus dikontrol oleh pemerintah
desa. Pemerintah ingin melihat masyarakat sejahtera.[21]
5. Sisi positif dari mapalus adalah; lahan yang
dikelola dengan maksimal, kesejahteraan masyarakat desa karena kebutuhan pangan
harian yang terpenuhi, keamanan yang kondusif, tidak ada atau sangat kurang
adanya kasus pencurian yang terjadi di desa Powalutan.
6. Mapalus mengajarkan sebuah etos kerja kepada
generasi muda pada waktu itu.
7. Mapalus memiliki nilai budaya dan religius
karena itu adalah warisan dan dipandang memiliki nilai religi karena dalam
mapalus selalu dimulai dengan doa dan ucapan syukur saat panen tiba.
8. Dlam suatu
kelompok mapalus, ketua atau Mawali wali akan memberi nasehat ketika waktu
istirahat makan. Juga ditekankan untuk enggota mapalus tidak terlibat atau
melakukan hal hal yang tidak baik dan dapa merusak nama baik kelompok.[22]
9. Mapalus telah
ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat karena kehidupan yang semakin
individualis dan banyak generasi muda yang lebih memilih untuk sekolah di luar
dan petani memfokuskna diri pada pekewrjaan perorangan seperti cap tikus.
10.
Mapalus tani saat ini berjalan
hanya beberapa itupun dalam kelompok kecil, dan ada sebagian anggota yang
mengganti atau menjual gilirannya dengan uang.
11.
Saat
ini di desa Powalutan, sering terdengar banyak kasus pencurian, ini dipandang
sebagai salah satu dampak negatif tiadanya mapalus.
12.
Banyak masyarakat yang membeli bumbu dapur
dan sayuran pada penjual dari luar desa. Para peternak babi harus membeli
jagung sebagai pakan diluar desa Powalutan.
13.
Banyak lahan yang tidak dimanfaatkan
dengan maksimal ( lahan tidur ) yang dikarenakan kurangnya tenaga untuk
mengelola lahan yang luas dan jarak yang bervariasi.
F.
Analisis Data
Dari hasil
observasi dan hasil wawancara penulis kemudian melakukan analisa terhadap data
tersebut. Powalutan adalah sebuah desa yang bergantung pada alam dan
pemanfaatanya antara lain dengan pertanian dan perkebunan serta pengolahan
kayu. Menurut wawancara dengan para orang tua, mapalus adalah budaya Minahasa
yang sangat dilakukan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat baik dalam
segala aspek kehidupan masyarakat. Di desa Powalutan banyak orang sering
menggunakan kata Mapalus namun dalam prakteknya, mapalus ternyata sudah jauh
bergeser dari yang sebagaimana pernah ada di desa Powalutan. Dipandang juga oleh
para responden bahwa ketika mapalus masih berjalan, tidak ada lahan tidur,
tidak atau kurangnya kasus pencurian di kebun dan rumah warga, kasus pencurian
yang sering terjadi adalah hilangnya ayam dan juga tanaman warga di kebun; ini
ditenggarai dilakukan karena tuntutan ekonomi. tidak ada atau sangat kurang
lahan tidur karena lahan dikelola dengan maksimal. Fenomena lain yang tidak
seharusnya terjadi di daerah agraris yang subur adalah masyarakatnya membeli
bumbu dapur seperti Batang bawang, kemangi atau kokuru, jahe ( goraka), kunyit
( biji kuning), bawang merah dan
bawang putih, seharusnya bahan bahan tersebut ditanam sendiri sehingga tidak
perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Bagi para peternak babi, harus
membeli bahan pakan atau jagung di luar desa Powalutan. Ditambah lagi Mapalus
tidak dijadikan program oleh pemerintah seperti yang pernah dilakukan oleh
pemerintah di masa lalu. Dari Hasil wawancara penulis menyimpulkan bahwa
sebenarnya para responden dan masayarakat tahu apa itu mapalus ( apalagi bagi
mereka yang dulunya pernah mengikuti Mapalus), bahkan dianatarnya ada beberapa
pengurus kelompok mapalus dan juga ada mantan Hukum Tua yang notabene adalah
penggerak kegiatan ini di zaman pemerintahannya. Dalam pandangan penulis,
Mapalus ( dalam arti dan tindakan sebenarnya ), sudah tidak lagi dikenal oleh
generasi muda saat ini. Banyaknya bantuan bibit jagung dan pupuk dari
pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan tidak dikelola dengan maksimal karena
antara lain keterbatasan tenaga untuk membuka kembali lahan, menggemburkan
tanah, menanam sapai pada panen, sehingga penulis mendapati banyak bibit jagung
yang hanya dipakai sebagai makanan ternak ( ayam ).
Mengenai hubungan antar
denominasi Gereja di Powalutan sangatlah kondusif, selama dua tahun ini penulis
melihat dan merasakan sendiri bagaimana kebersamaan Jemaat dari 5 denominasi
Gereja yang ada di desa ini. Salah satu wujud adalah ibadah penghiburan,kumaus
adalah ibadah yang harus dihadiri oleh semua masyarakat tanpa melihat asal
gereja dari keluarga tersebut. Kemudian ada kegiatan dana sehat di masing
masing gereja yang ternyata peserta dari dsana sehat tersebut tidak hanya dari
Jemaat gereja tersebut namun bisa ada anggota yang dari gereja tetangga.
BAB III
KAJIAN TEORI
1.
KERJA
Sebelum
membahas tentang Mapalus, maka ada baiknya kita mengetahui tentang kerja; dalam
pandanganj ahli dan juga menurut Alkitab. Kerja menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( KBBI); kegiatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan untuk
mencari nafkah. Koontz dan O’Donnel; kerja adalah penggunaan tenaga dalam
menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu, usaha tersebut dapat dilakukan dengan
tenaga fisik atau mental dan dilakukan dengan sukarela atau dengan terpaksa[23]
Kerja, pekerjaan; ma’aseh:
perbuatan ( bnd.kej.5:29,Kel.5:4,-), mela’kha ( bnd. Kej.2:2,3; Kel.20:9,dll), dan po’al. Dalam bahasa Yunani digunakan kata ergon yang sering muncul di kitab Yohanes,Ibrani, Yakobus dan
Wahyu. Kata ergates ( Yun);
menunjuk pada keuntungan atau nafkah hidup
yang didapatkan dari sebuah pekerjaan. Dari arti penggunaan kata “kerja”
tersebut diatas menunjukan kegiatan Allah maupun kegiatan manusia. Pekerjaan
adalah jelas ditata oleh Allah, kerja adalah tujuan dari Allah untuk manusia
yang dinyatakan antara lain dalam Mazmur 104:19-24 dan Yesaya 28:23-29 sebagai
ketentuan hikmat Allah.[24] Dalam kamus Alkitab,
Perjanjian Lama menyatakan bahwa kerja adalah sebuah keikutsertaan dalam maksud
Ilahi karena Allah dipandang sebagai yang kreatif. Pekerjaan juga dilakukan
oleh Rasul Paulus untuk hidup ( Kis.18:3 ), dan Iapun menasehati orang percaya
untuk tidak bermalas – malasan ( 1 Tes.:16:14 ). Dilain pihak kerja adalah
bagian dari hukuman Tauhan atas manusia yang jatuh kedalam dosa ( Kej.3.:17).[25] Dosa menyebabkan kerja
berubah dari sebuah kegembiraan menjadi kesusahpayahan ( bnd. Kej.3:16-19).[26] Kerja untuk menghasilkan
sesuatu tidaklah mudah dan butuh keringat dan tenaga yang besar.
Kata
“kerja” yang juga dipakai dalam PL adalah abad, abodah yang artinya melayani. Melayani kepada
seseorang yang statusnya lebih tinggi maka jelaslah tujuan kerja adalah
melayani atau pelayanan. Kata abad dan abodah ini juga diartikan sebagai ibadah. Sehingga
mendukung pernyataan bahwa kerja adalah ibadah.[27] Kerja sebagai iabdah
ditegaskan oleh Jhon Calvin dengan kalimat Labora Est Orare , yang memiliki
makna bahwa sebagaimana kita taat beribadah demikianlah kita taat dalam
bekerja. Ketika kerja dipahami sebagai perintah Allah sekaligus juga kerja
sebagai bagian dari dampak jatuhnya manusia ke dalam dosa, maka pekerjaan tidak
lagi mejadi hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi untuk kelangsungan
kehidupan.
Gereja hadir di
tengah dunia adalah untuk membawa dan menjalankan misi Allah. Allah memakai
gereja sebagai alat-Nya guna melaksanakan tugas-Nya, yaitu tugas bersekutu,
bersaksi dan melayani demi terciptanya syalom Allah di dunia. Sebagai wujud
nyata pelaksanaan misi, salah satunya adalah dengan bekerja. Kerja juga adalah
wujud nyata ibadah manusia kepada Allah. Ibadah yang sejati adalah pelayanan
yang nyata dalam kehidupan setiap hari. Allah mengutus gereja untuk melayani
Allah dan sesama manusia. Melayani Allah berarti gereja atau orang-orang
percaya harus melakukan kehendak Tuhan, melakukan kehendak Tuhan berarti gereja
berada di dunia juga untuk sesama manusia. Ibadah merupakan keseluruhan hidup
manusia, dengan kata lain ibadah bukan hanya sebatas menyanyi, berdoa dan
mendengarkan Firman Allah (ibadah liturgis). Dengan demikian kehidupan gereja
tidak hanya terarah pada ibadah liturgis melainkan harus juga terarah pada
ibadah yang nyata dalam kehidupan keseharian, termasuk di dalamnya bekerja.
Misi Allah
dimengerti sebagai inisiatif dari Allah sendiri di dalam Yesus Kristus yang
mengutus gereja untuk berkarya di tengah-tengah dunia. Dengan demikian misi
gereja adalah keterlibatan atau partisipasi gereja karena pengutusan Allah.
Dalam misi Allah, gereja terpanggil
untuk menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah, untuk menciptakan damai
sejahtera Allah di dunia. Gereja lewat pelayanan misinya, mengabarkan berita
keselamatan bagi dunia dalam segala aspek kehidupan manusia, baik jasmani
maupun rohani. Misi bukan hanya merupakan tugas dari orang-orang tertentu saja,
melainkan merupakan tugas setiap warga gereja.
Sebagaimana yang
telah diuraikan sebelumnya bahwa kerja adalah bagian dari hakikat Allah
sendiri, dan karena itu pula kerja merupakan hakikat manusia. Manusia adalah
manusia yang bekerja (Homo Laborans). Kerja dikatakan
adalah bagian hakikat Allah karena Allah juga adalah Allah yang berkarya atau
Allah yang bekerja. Allah adalah Pekerja yang sesungguhnya. Salah satu dari
karya atau kerja Allah adalah menjadikan atau menciptakan seperti yang
disaksikan dalam Alkitab. Manusia adalah salah satu hasil ciptaan Allah yang
diciptakan menurut rupa dan gambar-Nya. Karena manusia diciptakan segambar
dengan Allah, maka kerja itu juga merupakan hakikat manusia. Manusia adalah
pekerja menurut kodratnya, karena setelah Allah menjadikan manusia, Allah
memberi mandat kepada manusia yaitu bekerja untuk memelihara dan mengolah hasil
ciptaan Allah yang lain. Jika manusia tidak bekerja, maka manusia melawan
kodratnya sebagai pekerja.
Kerja manusia
harus dilihat dalam hubungannya dengan Allah, karena kerja juga merupakan
perintah dari Allah. Allah menjadikan manusia sebagai mandataris, petugas.
Allah memberikan kepada manusia jabatan-jabatan kepercayaan dalam alam
kejadian-Nya. Allah membuat manusia menjadi partner dalam rencana-Nya, bahkan
menjadi kawan-Nya.[28]
Dengan demikian, bekerja pertama-tama berarti melaksanakan perintah Allah.
Barangsiapa tidak taat kepada perintah itu, barangsiapa tidak bekerja,
sedangkan ia mampu bekerja, melanggar perintah Allah serta berbuat dosa kepada
Allah.[29]
Perintah bekerja itu berlaku bagi setiap orang yang mampu baik secara fisik
atau jasmani maupun secara mental atau rohani.
Kerja merupakan
salah satu sarana misi Allah. Hal ini bermula dari kisah Pemanggilan Abraham
dan umat Israel. Allah mengasihi dunia ini, dan kasih Allah itulah yang menjadi
dasar pelayanan di dunia. Pelayanan Allah di dunia diarahkan untuk keselamatan
dunia. Untuk itulah Allah memanggil Abraham, umat Israel, bahkan orang-orang
yang dipilih-Nya untuk pemenuhan misi Allah tersebut yakni menghadirkan damai
sejahtera dan keselamatan bagi dunia.
Di dalam Alkitab
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru selalu ditekankan tentang bekerja atau
kerja. Dengan bekerja manusia telah melaksanakan perintah Allah, tetapi dengan
bekerja manusia dapat memenuhi kebuTuhan hidup menurut jerih payah dan bersukacita
dengan hasil kerjanya (Pengkhotbah 5:17-19). Dengan bekerja dapat menghadirkan
damai sejahtera, baik bagi diri sendiri, keluarga bahkan bagi masyarakat. Dalam
Perjanjian Baru, bahwa bekerja merupakan hakikat Bapa, sehingga manusia
selayaknya untuk bekerja, seperti teladan yang diberikan oleh Yesus Kristus
yang mengatakan bahwa: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja
juga” (Yoh. 5:17). Yesus memberikan teladan kepada manusia untuk bekerja dan
menghadirkan damai dan keselamatan bagi orang lain. Manusia yang bekerja juga
tidak akan menggantungkan kehidupannya pada orang lain, dan dengan bekerja juga
manusia menjaga ketertiban di dalam kehidupannya (I Tes. 4:11-12; I Tes.
3:10-11). Paulus di jemaat Tesalonika mengecam orang-orang yang tidak tertib
dalam hidupnya dengan tidak bekerja, sehingga ia mengatakan bahwa seorang yang
tidak bekerja sebaiknya tidak makan. Peringatan yang sangat keras namun
memberikan pengertian kepada jemaat untuk menertibkan hidupnya dan tidak
tergantung pada orang lain.
Kerja yang benar
diwujudnyatakan dalam pengabdian, kepaTuhan, ketaatan dan kesetiaan yang
tercermin dalam tugas dan tanggung jawab yang tinggi, serta kesadaran penuh
dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kerja yang benar juga merupakan tanda
terima kasih atau ungkapan syukur manusia kepada Tuhan, sebagai jawaban manusia
terhadap panggilan Allah. Oleh karena itu manusia adalah hamba Tuhan yang
dipanggil Allah untuk melakukan pekerjaan. Sebagai hamba Allah, maka manusia
juga adalah pekerja Allah yang membawa keselamatan bagi setiap manusia di
dunia. Kerja seorang hamba Allah juga meliputi kasih dan kesetiaan. Kerja yang
merupakan bakti manusia kepada Allah, mempunyai arti bahwa antara Allah dan
manusia mempunyai hubungan kerja sama yang erat. Allah sebagai Pencipta
(Kreator) dan manusia sebagai yang memelihara dan mengolah hasil ciptaan dengan
benar.
2.
MAPALUS
Mapalus atau
dalam bahasa Tontemboan; maando; Mamandoan, seringkali
disamaartikan dengan praktek Gotong royong, yang dilaksanakan dalam rangka kebuTuhan
bersama untuk anggota dalam suatu komuintas. Mapalus identik dengan budaya
agraris atau pertanian dan perkebunan. Yang membedakan Mapalus atau Maando
dengan gotong royong adalah; gotong royong bersifat sukarela.[30]secara
fundamental, menurut Jan Turang, mapalus adalah suatu bentuk gotong royong
tradisional yang berbeda dengan sistem gotong royong modern yang beroirientasi
kepada kepentingan ekonomi sosial saja namun Turang lebih melihat Mapalus
mengandung local spirit dan local wisdom masyarakat Minahasa yang kemudian terpatri dalam tiga hal yaitu touching heart, teaching mind dan
transforming life: mapalus
adalah hakikat dasar dan aktivitas kehidupan orang Minahasa yang terpanggil
dengan ketulusan hati yang mendalam ( Touching heart) dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab menjadikan manusia dan kelompoknya ( teaching mind ) untuk
saling mrnghidupkan dan saling mensejahterakan setiap individu dan kelompok
dalam komunitasnya ( transforming life )[31]
Dalam kebudayaan
Tontemboan, Mapalus diatur atau dipimpin oleh empat pemimpin dengan fungsi
masing masing yaitu: Ma-wali, ma-pontol,ma-tawang,ma-pongkol.[32]
Mapalus atau Maando semacam kelompok orang yang memiliki nilai kebersamaan dan solidaritas ini tidak hanya sekedar theory
melainkan praxis, sehingga menurut Siwu, Mapalus adalah cara hidup yang
kemudian menjadi identitas suatu komunitas dalam hal ini Minahasa. Siwu tidak
setuju dengan pemahaman bahwa Mapalus hanyalah sebuah kegiatan atau komunitas
dalam pranata ekonomi sosial tapi yang lahir dari pemahaman akan nilai
religius.[33]kemudian
membentuk kelompok kerja dengan aturan aturan dan pemimpin didalamnya. Mapalus
adalah kegiatan kerja yang didalamnya tidak terdapat kompetisi karena apa yang
dikerjakan adalah sama untuk semua anggota maka ini seringkali disebut dengan Masembong
sembongan yang berarti saling membantu.
3.
MAPALUS
SEBAGAI PERWUJUDAN SEMBOYAN SI TOU TIMOU TUMOU TOU
Si Tou Timou Tumou
Tou berarti seorang manusia, si tou, menjadi manusia sejati, timou, jika ia
memanusiakan, tumou, manusia ciptaan Tuhan yang
lain, tou. Sitou Timou Tumou Tou adalah konsepsi tentang
orientasi nilai budaya Minahasa, sebagai suatu premis atau dasar pikiran
kultur, yang berhubungan dengan hal-hal berikut. Pertama, asas egaliter,
kesederajatan, dalam status sosial, yaitu tidak adanya kelas sosial atau
feodalisme, dalam hak dan kewajiban, dalam gender, yaitu kesamaan status antara
laki-laki dan perempuan. Kedua, asas resiprositas atau timbal-balik, dalam maesa-esaan, maleo-leosan,
dan masawa-sawangan. Maesa-esaan, bersatu, adalah upaya dengan
niat luhur mencapai tujuan bersama sehingga terwujudlah kesatuan dan persatuan
warga Mianahasa. Maleo-leosan, sayang-menyayangi, adalah upaya saling
menunjukkan perbuatan yang baik di antara sesama warga Minahasa, dan sesama
manusia, sehingga terwujudlah suasana harmonis, damai, sentosa, saling
mengunjungi untuk memperkuat ikatan batin, dalam penghayatan akan eksistensi
Pencipta alam raya ini. Masawa-sawangan, bekerjasama, adalah upaya
tolong-menolong dengan iktikad yang murni, luhur tanpa mengharapkan imbalan
berupa apa pun juga.
Ungkapan Si
Tou Timou Tumou Tou memperlihatkan bahwa orang Minahasa itu lahir untuk
berkarya bagi dirinya, bagi orang lain, dan bagi “Yang Maha Mengetahui”. Apakah
yang mesti dilakukan untuk mewujudkan prinsip ini? Pertama, karya
Timou, memanusiakan diri sendiri, mengembangkan dan meningkatkan segala potensi
yang ada dalam diri seseorang, sebelum tugas Tumou, memanusiakan orang
lain. Hukum Adat Minahasa dan hukum Negara, memberi hak, bahkan dihayati
sebagai kewajiban, untuk melakukan tugas Timou, membina diri, dengan
mengembangkan kemampuan pribadi, misalnya menuntut ilmu pengetahuan sebanyak
dan setinggi mungkin, melakukan tugas setekun mungkin, menjalankan bisnis
secermat mungkin, meningkatkan kompetensi dan profesionalisme seideal
mungkin. Kedua, karya Tumou. Ada banyak jalan yang bisa ditempuh, dan
banyak cara yang bisa diaplikasikan. Petunjuknya yaitu pandanglah ke masa depan
demi inovasi dan kreatifitas, dan pandanglah ke belakang memanfaatkan
pengalaman positif dan negatif, dan pandanglah ke sekelilingmu guna mengasihi
orang lain dan luwes ketika bergaul, dan pandanglah ke atas guna menyerahkan
seluruh pelaksanaan kinerja itu kepada Tuhan, yang akan menyempurnakan kinerja
itu.
Prinsip Si
Tou Timou Tumou Tou itu, sebagai keunikan mapalus, lahir dari inner
world pribadi orang Minahasa, yaitu kasih. Kalau bukan kasih, tidak
akan ada karya timou dan karya tumou. Dari sudut pandang budaya
Minahasa, seseorang dipandang berhasil dalam hidup ini kalau ia sudah melakukan
tugas Timou dan tugas Tumou. Maka akan muncullah ucapan “Si sei reen”, “Rupanya
dialah orang Minahasa yang berprestasi dan berprestise itu.” Ada kalanya
seseorang, Sii Tou, hanya berhasil dalam karya Timou, tetapi
belum berhasil dalam karya Tumou Tou. Kinerja Tumou tidak
sesederhana wacananya, karena memerlukan daya ilahi pelengkap daya insani. Lagi
pula, banyak kendala dan tantangannya yang mesti diatasi.
Aktualisasi diri
orang Minahasa dalam tugas timou tampak dalam persaingan guna
meningkatkan bobot pribadi. Dalam tugas tumou mereka tampak banyak
bicara dan banyak berbuat. Ada prestasi ‘aku’ dalam kebersamaan. Di sini, ‘aku’
tanpa sesama akan meniadakan ‘aku’.Aku hanya berarti karena ada sesama;
hubungan aku – kita. ‘Aku’ tidak lebur dalam sesama. Orang Minahasa
memperlihatkan juga sifat dan sikap demokratis, seperti yang terwujud dalam
suka berkumpul dan mempersatukan diri, dalam musyawarah, dalam mengambil
keputusan dan dalam cara memimpin. Musyawarah merupakan suatu sendi kehidupan
masyarakat Minahasa. Orang yang dihormati dalam pengambilan keputusan ialah
orang tua dan para cerdik pandai. Sifat yang terpuji adalah
tenggang-menenggang. Sikap yang terpuji adalah “ambil jalan tengah” dan “jangan
lupa Yang Mengetahui”. Tentu akan ada saja orang yang pandai tetapi tidak
cerdas. Ia belum bisa menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
dipunyainya secara “the right place, the right time, the right
way dan the right intention, atau yang suka dan sudi memaksakan
kehendaknya kepada pihak lain. Ini berarti bahwa kinerjaTimou orang itu
belum tuntas. Memang, Timou adalah proses yang berlangsung seumur
hidup orang. Begitu pun Tumou. Sejarahlah yang akan mengujinya.[34]
4.
ANALISIS
BAB III
Dengan kajian
teori yang diambil dari pandangan para ahli dan juga dari Alkitab, maka penulis
mendapat gambaran bahwa kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh Allah
dan manusia untuk mencapai suatu tujuan, kerja bagi manusia adalah perintah
Allah karena itu sejajar dengan ibadah yang sama sama menggunakan kata Abad,
Abodah. Maka mau tidak mau
kerja harus dilakukan oleh manusia karena selain perintah, kerja adalah cara
untuk Survive atau bertahan hidup di
dunia. Jika belajar dari kisah penciptaan maka kita akan mendapati Allah
melakukan penciptaan dengan sistematis atau penuh keteraturan dan ini tentunya
memberikan pengajaran bagi manusia untuk bekerja dengan teratur, sistematis,
berdayaguna. Dalam pemaparan diatas dikatakn bahwa seorang manusia akan bekerja
dengan susah payah menunjukan keterbatasan tenaga bahkan waktu dari seorang
manusia untuk berkativitas atau bekerja. Maka dengan hikmat dari Tuhan, manusia
harus memikirkan bagaimana ia dapat bekerja dengan maksimal dan dengan tenaga
yang dapat terus terjaga, karena apabila manusia memaksakan diri untuk
melakukan pekerjaan yang melebihi kemampuan maka akan membawa dampak negatif
pada dirinya sendiri. Penciptaan Hawa untuk menjadi pendamping Adam adalah
suatu petunjuk yang sangat jelas bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain ( manusia adalah makluk sosial).
Kerja
dalam hubunganya dengan mapalus tentu adalah perwujudan dari bagaimana manusia
berusaha untuk bekerja dengan keras namun dengan tidak mengabaikan berbagai
potensi yang ada di sekitarnya termasuk sesama manusia. Mapalus dalam hal ini
adalah cara kerja yang adalah perwujudan dari bagaimana manusia itu bekerja
dengan keras, cerdas dan tuntas. Mapalus menunjukan kebersamaan untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama yang tentunya lahir dari hati yang taat kepada
Tuhan dan rasa solidaritas antar sesama manusia sebagai makluk sosial. Mapalus
menerapkan sistem kerja yang penuh dengan kedisiplinan, keteraturan dan
kebersamaan sehingga akan tercapai sebagaimana yang dikatakan oleh Richard Siwu
“ Mutual Aid “.
BAB IV
REFLEKSI
TEOLOGIS
1. Amsal 30: 24 - 28
“ ada empat
binatang yang terkecil
di bumi, tetapi yang sangat cekatan; semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang
menyediakan makanannya di musim panas, pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang
membuat rumahnya di bukit batu, belalang yang tidak mempunyai raja namun semuanya
berbaris dengan teratur,cicak yang dapat kau tangkap dengan tangan, tetapi yang
juga ada di istana – istana raja”
Ditahun 2017
pada bulan Februari – Maret, Sinode GMIM mengeluarkan tema “ Bekerja Dalam
Ketaatan”, yang dalam salah satu tema mingguan diangkat “ Kerja Keras,Cerdas
dan Tuntas”. Manusia memang harus bekerja keras karena dengan demikian ia akan
bertahan hidup, memenuhi kebuTuhannya selain tentunya dengan kesadaran bahwa ia
bekerja karena itu adalah perintah Allah. Dia harus bekerja dengan cerdas untuk
memanfaatkan potensi yang dianugerahkanm Tuhan padanya termasuk
ketergantungannya akan manusia yang lain sehingga suatu pekerjaan dapat
terlaksana sampai tuntas.
Amsal dalam
bahasa Ibrani misyle; misyle syelomoh atau amsal amsal Salomo sebagai himpunan dari
kumpulan kumpulan Amsal. Garis garis besar dalam kitabAmsal terdiri dari:
Ø Kepentingan
hikmat
( 1:1-9,18 )
Ø Kata
kata orang bijak
( 22:17-24:22
)
Ø Ucapan
ucapan tambahan orang bijak ( 24:23-34 )
Ø Amsal
amsal tambahan dari Salomo ( 25:1-29:27)
|
Ø Kata
kata Agur ( 30:1-33 )
Ø Kata
kata Lemuel ( 31:1-9 )
Ø Pujian
untuk istri yang cakap
( 31:10-31 ).
|
Dalam karya tulis ini penulis berefleksi
dari Amsal 30 : 25-27 yang ada dalam bagian kata kata Agur Bin Yake. Bagian ini
menurut ensiklopidia Alkitab, identitas Agur tidaklah dikenal. Ayat ayat yang
bersifat agnotis dengan sebuah pernyataan dalam ayat 5&6 tentang Firman
Allah yang tidak dapat diubah. Bagian inipun berisi beberapa kualitas yang
dianjurkan ataupun dicela. Agur (Artinya:
Seorang Penghimpun), Dia Adalah Anak Dari Yake (Ibrani: Yaqeh, Artinya: Tidak Bersalah, Patuh Yang Mungkin Berhubungan Dengan
Kata
Yiqakhah, KepaTuhan/ kemurnian). Amsal
30:1
LAI , Perkataan Agur bin Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku berlelah-lelah, ya Allah, aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku. Agur dari Masa adalah seorang penulis atau penghimpun dari Amsal 30:1-33. Kata Masa disini adalah merujuk kepada nama suatu daerah/ nama negara, Namun ada beberapa terjemahan (misalnya KJV) menerjemahkan kata Ibrani: Masa itu dengan "pesan," atau "nubuat atau "an inspired utterance/ perkataan hikmat." Jadi, nama 'Agur disini tidak dianggap sebagai nama orang asing/ nama orang dari tempat lain. Sebab ada beberapa tafsiran yang menyatakan bahwa 'Agur ini adalah juga nama lain/ julukan yang lain dari nama Raja Salomo sedangkan nama Yaqeh diartikan dengan "patuh, murni," Jadi maksud nama "Agur Bin-Yaqeh", adalah "Agur si anak saleh." Hal ini juga selaras dengan nama pemahaman nama Lemuel yang juga dihubungkan dengan nama Raja Salomo. Sehingga dengan demikian nama Raja Salomo adalah satu-satunya penulis/ Penggagas kitab Amsal, Namun sebenarnya tidak tertutup kemungkinan dimana Raja Salomo dalam tulisan-tulisannya itu juga menyerap hikmat / mempelajari "kata-kata hikmat" yang diserap dari tempat-tempat lain. Raja Salomo bisa saja tidak menulis suatu hikmat dari pribadinya sendiri namun juga menyusun/ menghimpun suatu hikmat/ amsal yang dipelajarinya, dan itu dialaminya, diresapinya dalam hubungannya terhadap masyarakat sekitar dan terhadap Tuhan.
Kumpulan Amsal/ kata-kata hikmat dari bangsa-bangsa lain dapat diserap didalam sastra hikmat Ibrani. Jadi, ini bukanlah suatu kemustahilan, bahwa kadang-kadang "suatu hikmat/ filosofi" bisa saja 'diambil alih' dan 'diformulasikan' oleh bangsa Israel untuk disesuaikan dengan iman mereka yg terikat dengan sejarah Israel. Demikianlah pendapat para ahli-ahli modern yang berbeda dengan tradisi rabi Yahudi bahwa Agur dan lemuel bukanlah Salomo.
LAI , Perkataan Agur bin Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku berlelah-lelah, ya Allah, aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku. Agur dari Masa adalah seorang penulis atau penghimpun dari Amsal 30:1-33. Kata Masa disini adalah merujuk kepada nama suatu daerah/ nama negara, Namun ada beberapa terjemahan (misalnya KJV) menerjemahkan kata Ibrani: Masa itu dengan "pesan," atau "nubuat atau "an inspired utterance/ perkataan hikmat." Jadi, nama 'Agur disini tidak dianggap sebagai nama orang asing/ nama orang dari tempat lain. Sebab ada beberapa tafsiran yang menyatakan bahwa 'Agur ini adalah juga nama lain/ julukan yang lain dari nama Raja Salomo sedangkan nama Yaqeh diartikan dengan "patuh, murni," Jadi maksud nama "Agur Bin-Yaqeh", adalah "Agur si anak saleh." Hal ini juga selaras dengan nama pemahaman nama Lemuel yang juga dihubungkan dengan nama Raja Salomo. Sehingga dengan demikian nama Raja Salomo adalah satu-satunya penulis/ Penggagas kitab Amsal, Namun sebenarnya tidak tertutup kemungkinan dimana Raja Salomo dalam tulisan-tulisannya itu juga menyerap hikmat / mempelajari "kata-kata hikmat" yang diserap dari tempat-tempat lain. Raja Salomo bisa saja tidak menulis suatu hikmat dari pribadinya sendiri namun juga menyusun/ menghimpun suatu hikmat/ amsal yang dipelajarinya, dan itu dialaminya, diresapinya dalam hubungannya terhadap masyarakat sekitar dan terhadap Tuhan.
Kumpulan Amsal/ kata-kata hikmat dari bangsa-bangsa lain dapat diserap didalam sastra hikmat Ibrani. Jadi, ini bukanlah suatu kemustahilan, bahwa kadang-kadang "suatu hikmat/ filosofi" bisa saja 'diambil alih' dan 'diformulasikan' oleh bangsa Israel untuk disesuaikan dengan iman mereka yg terikat dengan sejarah Israel. Demikianlah pendapat para ahli-ahli modern yang berbeda dengan tradisi rabi Yahudi bahwa Agur dan lemuel bukanlah Salomo.
·
Semut
Dalam
bahasa ibrani ,N’mala , menunjukan kepada semut penuai yang secara fisik
sangat lemah namun kuat bekerja untuk mengumpulkan makanan, memiliki visi yang
kuat untuk masa depan, mereka tidak bekerja sendiri dan untuk diri sendiri
namun mereka hidup dan bekerja untuk kepentingan bersama. Dalam Amsal, jelas
semut yang dimaksud adqalah semut penuai yang mengumpulkan segala macam jenis
bibit selama musim panasdan menyimpannya dibawah serambi bawah tanah.
Pelajaran
yang dapat dipetik dari semut dalam bagian ini adalah, mereka bekerja keras
mengumpulkan makanan yang tepat dan dengan kebijkasanaan yang luar biasa mereka
pun melakukannya di waktu yang tepat yaitu musim panas bagi kita manusia ini
adalah hal yang sangat baik untuk dipelajari bagaimana semut bekerja dengan visi
kedepan untuk kepentingan bersama, melakukann oekerjaan dengan tujuan dan waktu
yang tepat. Amsal 6:6 , mengajak manusia untuk tidak malas dan belajar pada
semut yang karena rajin dan bervisi maka mereka memilki persediaan makanan yang
akan membuat mereka nyaman dimusim penghujan ataupun salju.
·
Pelanduk
Sejenis tikus gurun seperti marmut
Alpen tapi berukuran lebih besar, dalam bahasa ibrani syafan, yang menurut
ensikolpedia Alkitab, disebut dengan kambing gurun. Hewan ini makan tumbuh
tumbuhan dan tinggal di daerah perbukitan. Bianatng ini membuat rumah dibukit
bukit batu untuk menghindari pemangsa yang bisa saja merenggut kehidupan mereka
jika salah dalam memilih tempat tinggal, hal ini dikatakan bijak karena datang
dari kesadaran akan kelemahan dan keterbatasan mereka yang mendorong mereka
untuk berusaha dengan keras.
·
Belalang
Dalam
bahasa Ibrani; Yeleq: pelompat.
Belalang digambarkan sebagai jenis binatang yang tidak mempunyai raja namun
mereka dapat hidup bersama dengan teratur,tertib,disiplin,kompak dan bersatu.
Mampu memobilisasi diri dan memilki rasa solidaritas yang sangat tinggi.
Kelemahan mereka mengantar mereka untuk hidup bersama dan tidak ada rasa paling
kuat diantara mereka sehingga dikatakan pada bagian ini, walaupun tidak memilki
raja namun berbaris rapi menurut penulis menunjuk kepada kesadaran diri,
kedisiplinan dan rasa solidaritas tinggi untuk saling melindungi dalam satu
komunitas.
·
Cicak
Cicak adalah bianatang yang juga
termasuk lemah karena ukurannya yang kecil sebagaimana ketiga bianatang yang
telah disebutkan terlebih dahulu. Cicak dalam kelemahannya juga bisa berada di
istana istana raja, menunjukan pemeliharaan Tauhan dalam kehidupan, sesuatu
yang mungkin dianggap mustahil namun tidak bagi Tuhan.
Dari bagian ini, Agur ingin
menunjukan bagi kita untuk menghargai setiap hikmat,ketaatan,kerajinan,visi dan
misi dan bukan saja mengandalkan ukuran tubuh dan kedigdayaan semata, untuk
mengagumi hikmat dan kemahakuasaan Tuhan yang dianugerahkan kepada makhluk
makhluk yang dianggap lemah sekalipun apalagi kita manusia, untuk
mempersalahkan diri kita apabila rasa malas, tidak memilki visi dan misi untuk
masa depan untuk kepentingan kita dan juga keluarga bahkan kelompok atau
komunitas dimana kita berada. Belajar darin cicak bahwa setiap yang bekerja
dengan cekatan dan tidak malas akan berada dihadapan para raja, artinya kurang
lebih adalah dalam kelemahan apabila bekerja dengan cerdas maka akan mendapat
penghargaan baik secara prestise dan hasil yang dituai sebagaimana yang
disebutkan dalam Amsal 22:29 “ pernahkah
engkau melihat seorang yang cakap dalam pekerjaannya?. Di hadapan raja raja ia
akan berdiri, bukan dihadapan orang orang yang hina.”
2. Kisah
Para Rasul 4:32-35
Adapun kumpulan orang
yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang
berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala
sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar
rasul-rasul memberi kesaksian
tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih
karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di
antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual
kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di
depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang
sesuai dengan keperluannya.
Kisah para
Rasul, Yun: praxeis Apostolon, yang
bagian bagian awalnya dinyatakan sebagai Injil menurut Lukas[35].
KPR memuat kisah perjalanan Injil dari Yerusalem ke Roma sebagai tindak lanjut dari suksesnya
pemeritaan Injil kepada orang Yahudi.[36]KPR
memilki kesamaan dengan Injil lukas yaitu bergaya Yunani dan sama sama
dipersembahkan untuk Theofilus.
Ciri khas jemaat
pertama selain giat memberitakan Injil adalah Memiliki persekutuan yang intim
dan indah. Itu-lah yang diperlihatkan dalam Kis.4:32-35. Jemaat yang telah
diselamatkan oleh Kristus menunjukkan sifat Kristus mulai terbentuk dalam hidup
bergereja.
Saling melayani
dan saling memberi adalah wujud yang terlihat dalam gereja perdana.
Pertama-tama, mereka dikatakan sehati dan sejiwa bukan dalam bentuk abstrak,
tetapi konkret. Sedemikian konkret sehingga setiap orang berkata bahwa
kepunyaan sendiri adalah milik bersama (ayat 32).
Dasarnya adalah oleh kuasa kebangkitan Kristus, mereka telah menerima kasih
karunia yang berlimpah-limpah. Kedua, bukan hanya dalam tataran kata-kata,
melainkan dalam tindakan nyata setiap anggota jemaat menyatakan kasih dengan
harta mereka. Mereka yang diberkati membagikan hartanya kepada yang
berkekurangan sehingga semua diberkati. Ketiga, jemaat Tuhan melayani dan
memberi bukan dengan sembarangan atau semau sendiri. Mereka memercayakan hal
itu kepada para rasul yang menjadi pemimpin gereja saat itu. Ini menunjukkan
kedewasaan dalam memberi, bukan sekadar unjuk diri sebagai seorang yang murah
hati.[37]
Kini kita
menyebut pelayanan kasih seperti itu dengan pelayanan diakonia. Pelayanan ini
memperhatikan kebutuhan jasmani dengan kesadaran bahwa Tuhan menyelamatkan
manusia secara utuh. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengabaikan pelayanan
kasih ini atas nama pelayanan rohani atau pengabaran Injil. Sebab semua pelayanan
harus mendapatkan tempat secara proporsional dalam pelayanan gereja dan
terutama harus terintegrasi dengan visi dan misi gereja.
Gaya hidup
Jemaat mula mula ini ada dalam suasana yang penuh dengan kasih dan membawa
mereka dalam solidaritas sehingga mereka memandang harta milik seseorang adalah
juga milik semua orang, dan ini menurut penulis bukanlah hal yang pasif dari
satu pihak, misalnya orang yang miskin kemudian hanya mengharapkan pemberian
dari orang yang kaya namun saya melihat dalam hal ini mereka selain saling
berbagi harta yang dijual, mereka juga bekerja dan hasilnya dinikmati bersama.
Gaya hidup seperti ini tentunya adalah gaya hidup yang berdasarkan kasih Allah
yang diwujudkan dalam kasih kepada sesama. Ini berarti, firman yang membawa
perubahan dalam pola pikir jemaat sehingga mereka tidaklah hidup dalam gaya
individualis tapi dalam kebersamaan yang sangat sejalan dengan apa yang
dituliskan dalam Amsal 30 diatas, bagaimana manusia adalah makhluk yang tidak
dapat hidup tanpa bantuan orang lain, bahwa mereka hasrus bekerja dan
memanfaatkan semua potensi termasuk kebersamaan tersebut. Bekerja bersama juga
tebtunya adalah cara yang cerdas untuk menutupi keterbatasan fisik dan waktu
apabila harus melakukan suatu pekerjaan yang besar.
BAB V
PENUTUP
Ø KESIMPULAN
Pada
hakikatnya Allah adalah Allah yang terus mengajarkan dan menginginkan manusia
untuk giat bekerja sebagaimana yang disebutkan dalam kejadian 2, dimana setalah
Allah sendiri bekerja untuk menciptakan langit dan bumi serta segala isinya
termasuk manusia, maka Allah pun memberi perintah kepada manusia untuk bekerja
mengusahakan taman itu. Bahkan setelah manusia jatuh kedalam dosa, perintah
untuk bekerja tetap berlaku bahkan penuh dengan susah payah dan keringat oleh
karena dosa. Kerja dilakukan untuk kelangsungan hidup manusia. Kerja untuk
hidup harus dilakukan dengan susah payah dengan tenaga dan pikiran, kerja yang
keras menghasilkan hasil yang besar dan sebaliknya maka manusia harus
memaksimalkan setiap potensi yang dikaruniakan Allah kepadanya. Selain talenta
diri dan sumber daya alam yang telah disediakan Tuhan, manusia juga diberikan
kehidupan yang saling bergantung, tidak dapat hidup tanpa orang lain, maka
inipun selain dilihat sebagai salah satu kelemahan namun juga harus dilihat
sebagai suatu anugerah dari Allah. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri maka
ia membutuhkan orang lain, dan dengan demikian mereka bisa merumuskan satu
tujuan untuk kebaikan bersama dan kemudian berusaha bekerja bersama sama. Kehidupan
yang saling bergantung akan mengumpulkan manusia dalam suatu komunitas dan akan
menimbulkan rasa solidaritas ( touching heart ) dan memunculkan ide ( teaching
mind ) untuk berusaha mewujudkan kesejahteraan bersama ( transforming life ).
Rasa solidaritas membuat manusia ingin menciptakan kesejateraan tidak hanya
bagi dirinya tapi untuk semua anggota kelompok atau komunitas dimana ia berada.
Mapalus adalah suatu sistem kerja yang dapat saya katakan sebagai kerja yang
cerdas, karena dengan mapalus, suatu kelompok dapat bekerja bersama untuk
kepentingan semua anggota komunitas, semua potensi termasksimalkan; sumber daya
alam terpakai dengan masksimal ( tanah yang ditanami ) karena tenaga untuk
menggarap tanah yang cukup, kemudian mapalus mengajarkan sistem kerja yang
penuh dengan keteraturan dan sistematis yaitu mulai dari musyawarah untuk
menghasilkan program atau aturan dan sistem kerja bahkan struktur kepemimpinan
atau organisasi dalam sebuah kelompok mapalus, didalamnya juga terkandung nilai
nilai spiritual karena dalam kelompok mapalus di Minahasa, selalu menempatkan Tuhan
sebagai pokok atau sumber hikmat dan kekuatan. Mapalus membawa kesejahteraan
dalam segala aspek tidak hanya aspek ekonomi saja. Di dalamnya tidak ada
persaingan karena mapalus menawarkan suatu sistem yang adil untuk semua anggota
baik penggunaan waktu dan tenaga yang tentunya juga hasil masing masing pemilik
lahan. Dari hasil pengamatan dan wawancara maka di temukan bahwa suatu sistem
kerja bernama Mapalus telah luntur di desa powalutan maka ada banyak efek
terutama yang negatif yang timbul yang menurut penulis karena hilang atau berkurangnya
budaya mapalus tersebut. Gereja seharusnya memiliki peran aktif untuk kembali
menghidupkan budaya mapalus, gereja bisa melaksanakan ini sebagai bagian dari
misi Allah untuk menghadirkan kesejahteraan termasuk melalui kerja.
·
SARAN
1. Mapalus
adalah suatu kebudayaan kerja yang harus kembali dihidupkan
2. Gereja
turut mengambil peran untuk mensosialisasikan pentingnya mapalus dari sudut
pandang teologi.
3. Orang
tua mewariskan mapalus kepada generasi muda agar budaya ini akan lestari turun
temurun.
[1] Frans Mamesah, wawancara, 26 Januari 2018
[2] Denni Pinontoan dalam sebuah percakapan lepas yang juga menyentil
tentang mapalus. Beliau juga adalah orang yang berasal dari minahasa selatan (
motoling ) yang sempat mengetahui dan menyaksikan kegiatan mapalus.
[3] Jan Turang, pembangunan Daerah Minahasa dengan pertanian
Inti sistem Mapalus ( Prisma), yayasan Mapalus, 1984
[4] JAP,FredyM, Wawancara,26
Januari 2018
[5] Ibid & AT, wawancara 28 Januari 2018
[6]
L.J. Moleong., Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung:
CV Remaja Karya, 1989), Hlm. 2
[7]
Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rineka Cipta,
1998), hlm 234-236
[8]
Moleong. Op.cit., hlm 150
[9]
Sumadi Suryabrata, Metodologi
Penelitian. ( Jakarta: Rajawali,1998), hlm. 72
[10]
Arikunto. Op.cit., hlm.
115
[11] Sensus Jemaat Bukit Moria 2017
[13] Data sensus Jemaat GMIM Bukit Moria Powalutan 2017
[14] S S, wawancara, 28 Januari 2018
[15] R A, wawancara, 28 Januari 2018
[16] GW, wawancara, 31 oktober 2016
[17] Penulis menyaksikan secara langsung dua kali, yaitu ketika pembangunan
rumah keluarga Aring Purukan dan kel. Waworuntu – Kawatu.
[18] Percakapan dengan Pnt. Jemmy Rompas, 2017
[19] JAP,FM,FM,NL,AT,SS,SM,JA,AL,FW,AA,WM,MR,ET
[20] JAP,FM,FM
[21] Ketika Bpk. J. A. Pangemanan menjabat sebagai Hukum tua, beliau
bersama tim selalu mengadakan kontrol ke tiap tiap keluarga apakah mereka
memilki bahan makanan, apakah mereka mengikuti mapalus atau tidak.
[22] FW, BR, AA, WM , RK, ET
[23] Sinode GMIM, MTPJ Februari-Maret 2017, hal. xiv
[24] Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 1 A-L, 2011
[25] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, ( BPK Gunung Mulia)
hal.197
[26] Op.cit., Yayasan Komunikasi Bina Kasih
[27] Sinode GMIM, MTPJ Februari- Maret, (2017), hal. 8
[30] Siwu A.D. Richard, Minahasan culture and
Christianity inthe frame of modernization in Indonesian Society, (lembaga Telaah Agama dan Kebudayaan, 2002),
hal.70-71
[31] Lock
ci.t, Jan Turang, pembangunan
Daerah Minahasa dengan pertanian Inti sistem Mapalus ( Prisma), yayasan
Mapalus, 1984
[33] Siwu A.D. Richard, filsafah Minahasa dalam
keIndonesiaan ( lembaga Telaah Agama dan kebudayaan,2000),hal.45-46
[35] Op.cit Ensiklopedia Alkitab Masa kini hal. 563
[36] Op.cit, W.R.F. browning, hal.
204
[37] Sabda, tafsiran Kisah para Rasul
0 Response to "MAPALUS : PROJECT MINISTRY VIKARIS PENDETA KRISTIAN KASENDA"
Post a Comment